Sabtu, 08 Desember 2012

Hati Yang Tulus



            “tok tok tok“ ketukan Andi sepulang sekolah pada siang hari yang terik. “assalamualaikum”, di dalam gubuk yang sederhana, nenek andi menjawab “walaikumsallam, Andi kamu sudah pulang nak, bagaimana sekolahmu?“ tanya nenek pada Andi, “iya, seperti biasa saja nek” Andi menjawab sambil mencium tangan neneknya, “oh iya nek, tadi Andi ulangan kimia dan alhamdulillah andi mendapat nilai 8,5” jawab Andi sambil memperlihatkan hasil ulangan kimianya itu kepada neneknya, “wah alhamdulillah, pertahankan hasilmu itu, syukur-syukur bisa ditingkatkan”  “baik nek, Andi ke kamar dulu ya” nenek hanya tersenyum.
Andi duduk di kelas 3 SMA, Andi memang anak yang pintar di sekolahnya, dia mendapat beasiswa karena kepintarannya itu, dia selalu menjadi juara kelas, hanya saja dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Andi juga orang yang baik dan ramah kepada setiap orang. Andi  hanya tinggal bersama neneknya di sebuah desa yang tentram, nyaman dan sejuk, sedangkan tempat tinggalnya hanya sebuah rumah peninggalan almarhum kakek Andi yang terbuat dari kayu-kayu yang sudah lapuk dan dimakan rayap karena usia rumahnya sendiri yang hampir sama dengan usia neneknya. Rumah ini bisa dikatakan sudah tidak layak untuk ditempati karena sudah banyak atap-atap yang bolong dan kayu-kayunya yang sudah rapuh dimakan rayap. Kedua orang tua Andi sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena kecelakaan, sehingga dia tinggal bersama neneknya.
Di dapur, peralatan memasak sudah pada hitam-hitam, karena nenek Andi memasak masih menggunakan tungku perapian. Di dalam dapur, nenek sedang mempersiapkan makan siang untuk Andi dan dirinya sendiri. “Andi” panggil nenek kepada cucu kesayangannya itu, “iya nek, sebentar” jawab andi dari dalam kamarnya, tak lama Andi menghampiri neneknya yang sedang berada di dapur, “ kita makan dulu ya, maaf nenek hanya bisa memberikanmu lauk daun singkong dan sambal” “tidak apa apa nek, ini sudah lebih dari cukup ko, masih banyak orang diluar sana yang tidak bisa makan” jawab andi sambil tersenyum menghibur neneknya agar tidak sedih, dalam kondisi seperti ini, Andi masih peduli terhadap orang yang lebih kurang mampu darinya, memang, Andi adalah orang yang berhati baik dan tulus, “ kamu memang anak yang baik nak, yasudah sekarang kita makan”. Sehabis makan, Andi membantu membereskan piring.
 “ nek, Andi izin untuk berjualan ya” izin Andi kepada neneknya. Kebiasaan Andi sehari-hari setiap sepulang sekolah ialah ia selalu berjualan minuman di perempatan lampu merah, “ya, hati-hati ya nak, jangan lupa adzan maghrib kamu sudah harus pulang ya, karena keesokan harinya kamu harus bersekolah”, “baik nek, assalamualaikum”, “walaikumsalam” jawab nenek sambil melihat Andi bergegas pergi meninggalkan dirinya.
“es..es..” ketus Andi ketika lampu merah sedang menyala sambil menenteng-nenteng minuman yang dibawanya yang sebelumnya ia ambil dari kios minuman tempat ia dan teman temannya biasa berjualan di lampu merah. Siang itu matahari sangat terik, tapi panas itu sama sekali tidak mematahkan semangat Andi untuk berjualan es yang nantinya, penghasilannya itu untuk membantu neneknya. Andi memang sangat sayang kepada neneknya, dia tidak mau menyusahkan nenek tercintanya itu.
Hari-hari dilewati sama seperti biasanya. 5 bulan kemudian, nenek Andi jatuh sakit, nenek Andi menderita batuk-batuk dan terkadang terasa sesak di dadanya. “nenek, nenek kenapa? Kita berobat ke puskesmas yuk” bujuk Andi kepada neneknya agar mau berobat di puskesmas, “tidak usah nak, nenek tidak apa-apa, paling nenek hanya batuk biasa”, “tapi nenek harus berobat, Andi tidak mau nenek kenapa-kenapa” jawab Andi cemas, “tidak usah nak, nenek tidak papa”, “yasudah, jika nenek tidak mau, Andi akan membelikan obat saja kepada nenek”, nenek pun hanya tersenyum. Andi berusaha keras untuk membeli obat neneknya itu agar neneknya dapat segera sembuh dengan menjual es seperti biasanya, tapi itu tidak mencukupi, akhirnya Andi juga bekerja menjadi kuli panggul di pasar untuk menambah-nambah penghasilannya untuk membeli obat neneknya tersebut. Perjuangan Andi tidak sia-sia, obat yang diinginkannya dapat dibeli olehnya, hanya saja, obat itu tidak bereaksi sama sekali pada tubuh neneknya, sehingga neneknya pun tak kunjung sembuh. Hari demi hari, penyakit nenek Andi bertambah parah, Andi bingung harus berbuat apa, Andi pun membujuk neneknya lagi agar mau diajak untuk diperiksa di puskesmas, akhirnya nenek Andi pun mau karena memang kondisinya saat itu sudah sangat lemah.
Setelah diperiksa, dokter puskesmas menyarankan agar neneknya itu dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut karena keterbatasan alat di puskesmas tersebut. Andi bingung harus berbuat apa, karena penghasilannya sebagai penjual es dan kuli panggul pasti tidak akan mencukupi biaya periksa dan beli obat di rumah sakit . “sudah nak, nenek tidak apa-apa, kita tidak usah ke rumah sakit” ucap nenek berusaha menenangkan kegundahan hati Andi, “tapi nek, nenek harus dibawa ke rumah sakit” jawab andi, “sudah tidak papa, kamu tenang saja, nenek akan segera sembuh” jawab nenek, Andi hanya terdiam melihat wajah neneknya yang pucat itu. Dengan terpaksa, Andi pun membawa pulang neneknya ke rumah, tidak jadi ke rumah sakit karena tidak ada biaya.
3 hari kemudian, Andi ingin berangkat sekolah, seperti biasanya, Andi selalu mencium tangan neneknya sebelum pergi sekolah, “kamu belajar yang rajin ya nak, nenek mau kamu menjadi orang yang sukses” ucap nenek kepada Andi, entah ada firasat apa, nenek Andi mengucap begitu. Ketika keluar kamar neneknya, Andi seperti kelupaan sesuatu, ia menengok ke neneknya lagi, tapi setelah ia sadari tidak ada barang yang ketinggalan, Andi bergegas berangkat ke sekolah. Sepulang sekolah, hari terasa mendung, Andi segera pulang agar sampai di rumah secepatnya, sebelum hujan turun. Ketika sampai di depan rumahnya, betapa terkejutnya dia, banyak orang di rumahnya dan ada bendera kuning tanda ada orang meninggal, Andi segera masuk dan langsung bertekuk lemas saat ia tahu bahwa yang meninggal itu adalah neneknya. “nenek..nenek.. bangun...” teriak Andi sambil tangannya meraih tangan neneknya dan mencium tangan neneknya tersebut, matanya tak henti-hentinya mengeluarkan air mata karena tidak percaya neneknya itu sudah dipanggil sang Kuasa. Seusai pemakaman, tak lupa Andi membacakan surat yasin untuk neneknya itu.


Beberapa hari kemudian, setelah kepergian neneknya tersebut, Andi merasa kehidupannya sangat hampa, orang yang disayanginya sudah dipanggil sang Maha Pencipta. Andi bagaikan kehilangan arah, saat itu juga Andi rindu kepada neneknya dan ia ingat perkataan neneknya yang terakhir sebelum ia meninggal dunia, bahwa ia harus menjadi orang yang sukses, ingat akan perkataan neneknya tersebut, andi bangkit dan menjalani kehidupan dengan semangat lagi seperti hari-hari biasa saat neneknya masih hidup. Setelah Andi tamat dari SMA, dia melamar kerja di berbagai tempat, karena Andi adalah seseorang yang pintar, mudah bagi dia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Kehidupan Andi mulai berubah, dia mulai menjadi seorang yang sukses, dia telah menjalankan keinginan neneknya agar dirinya menjadi sukses.


~ selesai ~




Tidak ada komentar:

Posting Komentar