“tok tok tok“ ketukan Andi sepulang sekolah pada siang
hari yang terik. “assalamualaikum”, di dalam gubuk yang sederhana, nenek andi
menjawab “walaikumsallam, Andi kamu sudah pulang nak, bagaimana sekolahmu?“
tanya nenek pada Andi, “iya, seperti biasa saja nek” Andi menjawab sambil
mencium tangan neneknya, “oh iya nek, tadi Andi ulangan kimia dan alhamdulillah
andi mendapat nilai 8,5” jawab Andi sambil memperlihatkan hasil ulangan
kimianya itu kepada neneknya, “wah alhamdulillah, pertahankan hasilmu itu, syukur-syukur
bisa ditingkatkan” “baik nek, Andi ke
kamar dulu ya” nenek hanya tersenyum.
Andi
duduk di kelas 3 SMA, Andi memang anak yang pintar di sekolahnya, dia mendapat
beasiswa karena kepintarannya itu, dia selalu menjadi juara kelas, hanya saja
dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Andi juga orang yang baik dan
ramah kepada setiap orang. Andi hanya
tinggal bersama neneknya di sebuah desa yang tentram, nyaman dan sejuk,
sedangkan tempat tinggalnya hanya sebuah rumah peninggalan almarhum kakek Andi
yang terbuat dari kayu-kayu yang sudah lapuk dan dimakan rayap karena usia
rumahnya sendiri yang hampir sama dengan usia neneknya. Rumah ini bisa
dikatakan sudah tidak layak untuk ditempati karena sudah banyak atap-atap yang
bolong dan kayu-kayunya yang sudah rapuh dimakan rayap. Kedua orang tua Andi
sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena kecelakaan, sehingga dia tinggal
bersama neneknya.
Di
dapur, peralatan memasak sudah pada hitam-hitam, karena nenek Andi memasak
masih menggunakan tungku perapian. Di dalam dapur, nenek sedang mempersiapkan
makan siang untuk Andi dan dirinya sendiri. “Andi” panggil nenek kepada cucu
kesayangannya itu, “iya nek, sebentar” jawab andi dari dalam kamarnya, tak lama
Andi menghampiri neneknya yang sedang berada di dapur, “ kita makan dulu ya,
maaf nenek hanya bisa memberikanmu lauk daun singkong dan sambal” “tidak apa
apa nek, ini sudah lebih dari cukup ko, masih banyak orang diluar sana yang
tidak bisa makan” jawab andi sambil tersenyum menghibur neneknya agar tidak
sedih, dalam kondisi seperti ini, Andi masih peduli terhadap orang yang lebih
kurang mampu darinya, memang, Andi adalah orang yang berhati baik dan tulus, “
kamu memang anak yang baik nak, yasudah sekarang kita makan”. Sehabis makan,
Andi membantu membereskan piring.
“ nek, Andi izin untuk berjualan ya” izin Andi
kepada neneknya. Kebiasaan Andi sehari-hari setiap sepulang sekolah ialah ia
selalu berjualan minuman di perempatan lampu merah, “ya, hati-hati ya nak,
jangan lupa adzan maghrib kamu sudah harus pulang ya, karena keesokan harinya
kamu harus bersekolah”, “baik nek, assalamualaikum”, “walaikumsalam” jawab
nenek sambil melihat Andi bergegas pergi meninggalkan dirinya.
“es..es..”
ketus Andi ketika lampu merah sedang menyala sambil menenteng-nenteng minuman
yang dibawanya yang sebelumnya ia ambil dari kios minuman tempat ia dan teman
temannya biasa berjualan di lampu merah. Siang itu matahari sangat terik, tapi
panas itu sama sekali tidak mematahkan semangat Andi untuk berjualan es yang
nantinya, penghasilannya itu untuk membantu neneknya. Andi memang sangat sayang
kepada neneknya, dia tidak mau menyusahkan nenek tercintanya itu.
Hari-hari
dilewati sama seperti biasanya. 5 bulan kemudian, nenek Andi jatuh sakit, nenek
Andi menderita batuk-batuk dan terkadang terasa sesak di dadanya. “nenek, nenek
kenapa? Kita berobat ke puskesmas yuk” bujuk Andi kepada neneknya agar mau
berobat di puskesmas, “tidak usah nak, nenek tidak apa-apa, paling nenek hanya
batuk biasa”, “tapi nenek harus berobat, Andi tidak mau nenek kenapa-kenapa”
jawab Andi cemas, “tidak usah nak, nenek tidak papa”, “yasudah, jika nenek
tidak mau, Andi akan membelikan obat saja kepada nenek”, nenek pun hanya
tersenyum. Andi berusaha keras untuk membeli obat neneknya itu agar neneknya
dapat segera sembuh dengan menjual es seperti biasanya, tapi itu tidak
mencukupi, akhirnya Andi juga bekerja menjadi kuli panggul di pasar untuk
menambah-nambah penghasilannya untuk membeli obat neneknya tersebut. Perjuangan
Andi tidak sia-sia, obat yang diinginkannya dapat dibeli olehnya, hanya saja,
obat itu tidak bereaksi sama sekali pada tubuh neneknya, sehingga neneknya pun
tak kunjung sembuh. Hari demi hari, penyakit nenek Andi bertambah parah, Andi
bingung harus berbuat apa, Andi pun membujuk neneknya lagi agar mau diajak
untuk diperiksa di puskesmas, akhirnya nenek Andi pun mau karena memang
kondisinya saat itu sudah sangat lemah.
Setelah
diperiksa, dokter puskesmas menyarankan agar neneknya itu dibawa ke rumah sakit
untuk diperiksa lebih lanjut karena keterbatasan alat di puskesmas tersebut.
Andi bingung harus berbuat apa, karena penghasilannya sebagai penjual es dan
kuli panggul pasti tidak akan mencukupi biaya periksa dan beli obat di rumah
sakit . “sudah nak, nenek tidak apa-apa, kita tidak usah ke rumah sakit” ucap nenek
berusaha menenangkan kegundahan hati Andi, “tapi nek, nenek harus dibawa ke
rumah sakit” jawab andi, “sudah tidak papa, kamu tenang saja, nenek akan segera
sembuh” jawab nenek, Andi hanya terdiam melihat wajah neneknya yang pucat itu.
Dengan terpaksa, Andi pun membawa pulang neneknya ke rumah, tidak jadi ke rumah
sakit karena tidak ada biaya.
3
hari kemudian, Andi ingin berangkat sekolah, seperti biasanya, Andi selalu
mencium tangan neneknya sebelum pergi sekolah, “kamu belajar yang rajin ya nak,
nenek mau kamu menjadi orang yang sukses” ucap nenek kepada Andi, entah ada
firasat apa, nenek Andi mengucap begitu. Ketika keluar kamar neneknya, Andi
seperti kelupaan sesuatu, ia menengok ke neneknya lagi, tapi setelah ia sadari
tidak ada barang yang ketinggalan, Andi bergegas berangkat ke sekolah. Sepulang
sekolah, hari terasa mendung, Andi segera pulang agar sampai di rumah
secepatnya, sebelum hujan turun. Ketika sampai di depan rumahnya, betapa
terkejutnya dia, banyak orang di rumahnya dan ada bendera kuning tanda ada
orang meninggal, Andi segera masuk dan langsung bertekuk lemas saat ia tahu
bahwa yang meninggal itu adalah neneknya. “nenek..nenek.. bangun...” teriak
Andi sambil tangannya meraih tangan neneknya dan mencium tangan neneknya
tersebut, matanya tak henti-hentinya mengeluarkan air mata karena tidak percaya
neneknya itu sudah dipanggil sang Kuasa. Seusai pemakaman, tak lupa Andi
membacakan surat yasin untuk neneknya itu.
Beberapa
hari kemudian, setelah kepergian neneknya tersebut, Andi merasa kehidupannya
sangat hampa, orang yang disayanginya sudah dipanggil sang Maha Pencipta. Andi
bagaikan kehilangan arah, saat itu juga Andi rindu kepada neneknya dan ia ingat
perkataan neneknya yang terakhir sebelum ia meninggal dunia, bahwa ia harus
menjadi orang yang sukses, ingat akan perkataan neneknya tersebut, andi bangkit
dan menjalani kehidupan dengan semangat lagi seperti hari-hari biasa saat
neneknya masih hidup. Setelah Andi tamat dari SMA, dia melamar kerja di
berbagai tempat, karena Andi adalah seseorang yang pintar, mudah bagi dia untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak. Kehidupan Andi mulai berubah, dia mulai
menjadi seorang yang sukses, dia telah menjalankan keinginan neneknya agar
dirinya menjadi sukses.
~
selesai ~
